Tuesday, July 26, 2011

Pemimpin Uighur Cemaskan Nasib Tahanan

Apakah Anda pernah bertanya-tanya apakah apa yang Anda tahu tentang
akurat? Perhatikan paragraf berikut dan membandingkan apa yang Anda ketahui untuk info terbaru di
.
WASHINGTON, KOMPAS.com - Seorang pemimpin etnik minoritas Uighur, China, Senin, mengatakan ia khawatir akan keselamatan puluhan orang yang menurutnya cedera dalam bentrokan dengan polisi di wilayah Xinjiang dan kemudian ditahan.

Rebiya Kadeer, ketua Kongres Uighur Dunia yang berkantor di Amerika Serikat, mengatakan sekitar 70 warga Uighur yang cedera dipindahkan dari satu penjara sipil ke penjara rumah sakit militer setelah aksi kekerasan 18 Juli di kota terpencil Hotan. "Mereka mengumpulkan para warga Uighur itu dan membawanya ke sebuah rumah sakit militer. Jelas apabila seorang warga Uighur dibawa ke rumah sakit militer, ia tidak akan pernah dibebaskan dalam keadaan hidup," kata Rebiya kepada AFP.

Ia mengatakan pihak Uighur mengajukan keluhan selama bertahun-tahun tentang penjara-penjara militer itu. Dia menuduh, para tahanan di masa lalu dibunuh, mungkin untuk mengambil organ-organ tubuh mereka, satu praktek yang lama dituduhkan para aktivis. Media pemerintah China mengatakan, 18 orang tewas di Hotan, daerah oasis di Jalan Sutra, dalam satu aksi kekerasan di kantor polisi.

Media pemerintah menyebut itu adalah serangan teroris. Satu kelompok masa menyerang kantor polisi dan membunuh empat orang. Polisi kemudian menembak mati para penyerang.

Rebiya mempersoalkan jumlah itu dan mengatakan jumlah korban tewas mungkin lebih tinggi. Seorang juru bicara kelompoknya pekan lalu mengemukakan kepada AFP bahwa 20 pemrotes tewas. Dia mengatakan warga Uighur datang ke kantor polisi dan berusaha menemui para personel aparat keamanan untuk meminta penjelasan soal hilangnya para  anggota mereka. Rebiya membela tindakan itu dengan mengatakan mereka tidak melakukan aksi kekerasan.

Waktu terbaik untuk belajar tentang
adalah sebelum Anda berada di tengah-tengah hal. Wise pembaca akan terus membaca untuk mendapatkan beberapa pengalaman berharga
sementara itu masih bebas.

"Saya tentu menentang aksi kekerasan, tetapi dalam kasus ini para pemerotes diserang polisi China dan mereka menanggapi untuk membela diri. Mereka punya hak untuk mengetahui di mana orang yang mereka cintai itu ditahan," katanya. "Ini sangat berbeda dari negara-negara Barat di mana polisi di sana melindungi rakyat dari serangan. Di China, polisi menahan dengan mudah apabila orang itu diduga penjahat," katanya. "Mereka menahan orang kapan pun mereka inginkan, mereka memukul orang kapan pun yang mereka inginkan."

Xinjiang, sebuah daerah luas, kering tetapi kaya sumber alam yang berbatasan dengan Asia Tengah. Di sana terdapat lebih dari delapan juta warga etnik Uighur, yang berbicara bahasa Turki dan sebagian besar beragama Islam. Banyak yang tidak senang dengan kondisi yang mereka sebut sebagai puluhan tahun berada dalam tekanan penguasa. Mereka juga tidak senang dengan kedatangan orang-orang etnis Han yang merupakan etnis mayoritas di China.

Pemerintah mengatakan hampir 200 orang tewas dan 1.700 orang cedera  dalam kerusuhan tahun 2009 di ibu kota wilayah itu Urumqi, di mana para saksi mata menyebut sebagai pembalasan serangan etnik Uighur  terhadap etnik Han China dalam pertumpahan darah terburuk dalam puluhan tahun di China.

Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) yang berpusat di New York dalam laporan tahunan yang terbaru mengatakan ratusan orang ditahan setelah kerusuhan di Urumqi tetap tidak diketahui nasib mereka. Rebiya mengatakan pihak berwenang China menahan para warga Uighur dalam penggeledahan dari rumah ke rumah  di Hotan yang menimbulkan frustrasi-frustrasi. Ia mengatakan para warga mencari informasi tentang rekan mereka yang ditahan itu.

Menurut Rebiya, pihak berwenang telah menghukum mati sekitar 40 warga Uighur dalam bulan-bulan belakangan ini. Dia menuduh Amerika Serikat mengirim tanda-tanda yang salah ke China, mengacu pada kunjungan pemimpin Partai Komunis Xinjiang, Zhang Chunxian ke Washington  bulan lalu.

Rebiya, mantan konglomerat pemilik toko swalayan dan ibu dari 11 anak, menghabiskan waktu enam tahun di penjara sampai China membebaskannya tahun 2005 dan kini menetap di Amerika Serikat. China  sejak itu menuduh dia telah menghasut kerusuhan. Rebiya membantah tuduhan itu.

Tidak ada keraguan bahwa topik
bisa menarik. Jika Anda masih memiliki pertanyaan yang belum terjawab tentang
, Anda mungkin menemukan apa yang Anda cari dalam artikel berikutnya.

No comments:

Post a Comment