KOMPAS.com - Kebersamaan anak-anak di masa sekarang tak lagi jaminan tumbuh dengan sendirinya meskipun di sebuah desa seperti diSangira, Kecamatan Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Anak-anak cenderung terjebak dengan rutinitassekolah-rumah semata yang membuatnya berjarak dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dengan anak-anak di sekitar rumah mereka. "Ayo, sudah terlambat. Cepat kumpul di sini," teriak Sartina (15), saban sore memanggil anak-anaklain di RT 5 Desa Sangira. Sartina yang yang terpilih jadi ketua kelompok pemberdayaan anak (KPA) di RT 5 ini mesti sabar memastikan anak-anak kecil hingga remaja mau berbaur di sebuah lapangan atau di rumah salah seorang anak. Tiap sore mulai pukul 15.00 - 17.00, anak-anak diajak ambil bagiandalam berbagai kegiatan yang berbeda. Aktivitas yang mengisi sore hari anak-anak di enam KPA di Desa Sangira itu adalah berolah raga seperti bermain voli, bulu tangkis tradisional (raket terbuat dari kayu serta shuttlecock-nya dibuat dari bongkol jagung dan bulu ayam), bermain tali, dan bermain bola kaki. Di hari lain ada kegiatan rohani yang dinamakan kelompok doa anak. Untuk mengasah jiwa seni, anak-anak punya jadwal latihan menyanyi, menari serta memainkan gitar dan keyboard. Ada juga kelompok belajar, di mana anak-anak usia TK-SD diajar untuk mengulangi pelajaran ataumenyelesaikan pekerjaan rumah oleh anak-anak usia SMP ke atas. Kebersamaan anak-anak di Desa Sangira itusengaja dirancang World Vision Indonesia atau Wahana Visi Indonesia yang ada di Desa Tentena. Upaya ini untuk membuat anak-anak berbaur, belajarhidup bersama dalam perbedaan, sehingga harmoni kehidupan tercipta sejak usia dini. Kebersamaan anak-anak juga berimbas pada orang tua. Mereka membentuk kelompok orang tua anak santunan (Kotas) untuk memantauaktivitas anak-anak di tiap RT berjalan lancar dan juga mendukung untuk mencarikan dana. Trisna (32), ibu tiga anak yang aktif terlibat di Kotas RT 5, merasa senang anak-anaknya punya kegiatan yang bermanfaat. "Anak-anak saya jadi lebih akrab dengan anak tetangga. Mereka mau main bersama dan jadi tahu lebih banyak hal," ujar Trisna. Elsi (16), Koordinator KPA Desa Sangira, mengatakananak-anak di sini awalnya tidak mau saling berteman. Tak banyak anak yang saling mengenal karena lebih suka di rumah atau membantu orang tua di kebun. The information about mobil keluarga ideal terbaik indonesia presented here will do one of two things: either it will reinforce what you know about mobil keluarga ideal terbaik indonesia or it will teach you something new. Both are good outcomes.
"Program seperti ini membuat anak-anakbisa bersama dan senang. Kami juga dilatih jadi pemimpin. Kamimembuat acara-acara besar di Hari Anak, HUT RI, atau Natal," ujar Elsi. Rajutan kebersamaan yang dimulai dari anak-anak yang menjalar ke orang tua itu juga dalam rangka untuk membangun kesadaran tentang hak-hak anak. Generasi penerus bangsa ini berhak untuk dilindungi dan dipenuhi hak-hak mereka untuk menikmati masa tumbuh kembang yang berkualitas. Di Desa Sangira juga dibentuk posko perlindungan anak dan perempuan sejak tahun lalu. Pesan-pesan supaya kekerasan pada anak dan perempuan tak dilakukan terus digaungkan lewat kegiatan di posko ini. Perlakuan orang tua pada anak-anak di rumah mulai berubah. Beban kerja anak di rumah mulai dikurangi, termasuk juga kebiasaan memukul anak. Sekarang lebih baik putus urat daripada mencubit anak, kisah seorang ibu sambil tertawa saat menyebutkan perubahan dalam dirinya. "Tetapi buru-buru Merlan Pondete, pendamping anak Desa Sangira, meluruskan pemahaman sang ibu. Berteriak-teriak pada anak juga tidak baik. Sebisa mungkin anak ditegur dengan kasih sayang," ujar Merlan. Keberadaan posko tersebut juga mendorong keberanian warga untuk bersikap antikekerasan. Seorang anak yang jadi korban kekerasan didampingi untuk menuntut keadilan dengan melaporkan pelaku ke polisi setempat. Rajutan kebersamaan anak-anak di Poso yang pernah mengalami getirnya kehidupan akibat konflik agama pada kurun waktu 1998-2006 itu juga dijalin lewat bangku sekolah. Pendidikan harmoni yang membiasakan anak-anak memiliki harmoni dengan diri sendiri, alam, dan sesama dibangun dari pembelajaran di sekolah. "Hidup harmoni tak diajarkan dengan kata-kata saja. Tetapi anak-anak belajar banyak dari kebersamaan yang kadang-kadang tidak bisa menghindar dari pertengkaran dan perbedaan pendapat. Tapi, anak-anak akan sadar bahwa kebersamaan ternyata lebih indah," ujar Frida Siregar, staf Wahana Visi Indonesiauntuk Pendidikan Damai Wilayah Sulawesi dan Maluku. Rajutan kebersamaan itu nyatanya membuahkan hasil. Sore hari anak-anak di Desa Sangira yang masih jauh dari hiruk-pikuk kota itu kini tak lagimembosankan.
"Program seperti ini membuat anak-anakbisa bersama dan senang. Kami juga dilatih jadi pemimpin. Kamimembuat acara-acara besar di Hari Anak, HUT RI, atau Natal," ujar Elsi. Rajutan kebersamaan yang dimulai dari anak-anak yang menjalar ke orang tua itu juga dalam rangka untuk membangun kesadaran tentang hak-hak anak. Generasi penerus bangsa ini berhak untuk dilindungi dan dipenuhi hak-hak mereka untuk menikmati masa tumbuh kembang yang berkualitas. Di Desa Sangira juga dibentuk posko perlindungan anak dan perempuan sejak tahun lalu. Pesan-pesan supaya kekerasan pada anak dan perempuan tak dilakukan terus digaungkan lewat kegiatan di posko ini. Perlakuan orang tua pada anak-anak di rumah mulai berubah. Beban kerja anak di rumah mulai dikurangi, termasuk juga kebiasaan memukul anak. Sekarang lebih baik putus urat daripada mencubit anak, kisah seorang ibu sambil tertawa saat menyebutkan perubahan dalam dirinya. "Tetapi buru-buru Merlan Pondete, pendamping anak Desa Sangira, meluruskan pemahaman sang ibu. Berteriak-teriak pada anak juga tidak baik. Sebisa mungkin anak ditegur dengan kasih sayang," ujar Merlan. Keberadaan posko tersebut juga mendorong keberanian warga untuk bersikap antikekerasan. Seorang anak yang jadi korban kekerasan didampingi untuk menuntut keadilan dengan melaporkan pelaku ke polisi setempat. Rajutan kebersamaan anak-anak di Poso yang pernah mengalami getirnya kehidupan akibat konflik agama pada kurun waktu 1998-2006 itu juga dijalin lewat bangku sekolah. Pendidikan harmoni yang membiasakan anak-anak memiliki harmoni dengan diri sendiri, alam, dan sesama dibangun dari pembelajaran di sekolah. "Hidup harmoni tak diajarkan dengan kata-kata saja. Tetapi anak-anak belajar banyak dari kebersamaan yang kadang-kadang tidak bisa menghindar dari pertengkaran dan perbedaan pendapat. Tapi, anak-anak akan sadar bahwa kebersamaan ternyata lebih indah," ujar Frida Siregar, staf Wahana Visi Indonesiauntuk Pendidikan Damai Wilayah Sulawesi dan Maluku. Rajutan kebersamaan itu nyatanya membuahkan hasil. Sore hari anak-anak di Desa Sangira yang masih jauh dari hiruk-pikuk kota itu kini tak lagimembosankan.
No comments:
Post a Comment